Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu,
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa SallamI bersabda:
“Di antara baiknya Islam seseorang
adalah ia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Imam At Tirmidzi,
ia berkata ‘hasan’. Bulughul Maram, Bab Az Zuhd wal Wara’, hal. 277, hadits no.
1287. Darul Kutub al Islamiyah)
Ya, tanda baiknya kualitas Islam
seseorang adalah ia meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat. Rokok tidak
membawa manfaat apa-apa, kecuali ancaman bagi kesehatan dan jiwa dan
pemborosan. Ada pun ketenangan dan konsentrasi setelah merokok, itu hanyalah
sugesti. Hendaknya bagi seorang muslim yang sadar dan faham agama merenungi
hadits yang mulia ini.
Dari Abu Shirmah Radhiallahu ‘Anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang
memudharatkan (merusak) seorang muslim yang lain, maka Allah akan
memudharatkannya, barang siapa yang menyulitkan orang lain maka Allah akan
menyulitkan orang itu.” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, ia menghasankan.
Bulughul Maram, hal. 282, hadits no. 1311)
Ada istilah perokok pasif yaitu orang
yang tidak merokok namun tanpa disengaja (baik ia sudah menghindar atau belum)
ia menghirup juga asap rokok. Bahkan menurut penelitian, perokok pasif
mendapatkan dampak yang lebih berbahaya, sebab selain ia mendapatkan racun dari
asap rokok, juga mendapat racun dari udara yang ditiupkan si perokok yang telah
bercampur dengan asapnya. Inilah mudharat (kerusakan) yang telah dibuat oleh para
perokok aktif kepada orang lain. Jelas Rasulullah amat melarangnya, bahkan ia
mendoakan agar Allah Ta’ala membalas perbuatan rusak orang tersebut.
Berkata Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya,
Al Muhalla, ”Maka barangsiapa yang menimbulkan mudharat pada dirinya sendiri
dan pada orang lain berarti ia tidak berbuat baik, dan barangsiapa yng tidak
berbuat baik berarti menentang perintah Allah untuk berbuat baik dalam segala
sesuatu.” (Al Muhalla, Jilid 7, hal. 504-505)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa
Rasulullah ‘Alaihis Shalatu was Salami bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai
suatu kaum, maka ia telah menjadi bagian kaum itu.” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan
Ibnu Hibban menshahihkannya. Bulughul Maram, hal 277, hadits no. 1283. Hadits
ini juga dishahihkan para Ahli Hadits seperti Syaikh Syu’aib al Arnauth, Syaikh
al Albany, dan Syaikh Ahmad Syakir Rahimahumullah)
Dalam sejarahnya, rokok pertama kali
dilakukan oleh suku Indian ketika sedang ritual penyembahan dewa-dewa mereka.
Kami yakin perokok saat ini tidak bermaksud seperti suku Indian tersebut, namun
perilaku yang nampak dari mereka merupakan bentuk tasyabbuh bil kuffar
(penyerupaan dengan orang kafir) yang sangat diharamkan Islam. Dan perlu
diketahui, bahwa Fiqih Islam menilai seseorang dari yang terlihat (nampak),
adapun hati atau maksud orangnya, kita serahkan kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS.
Al Isra’ (17): 36)
Demikian, kami cukupkan dulu dalil-dalil
dari hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebenarnya seluruh
keterangan di atas –kami kira- sudah mencukupi, namun ada baiknya kami tambahkan
beberapa hal untuk lebih meyakinkan lagi.
3.
Qawaid al Fiqhiyyah (Kaidah-kaidah fiqih)
Dalam fiqih ada kaidah-kaidah yang biasa
digunakan para Ulama mujtahid (ahli ijtihad) untuk membantu menyimpulkan dan
memutuskan sebuah hukum, baik untuk keputusan haram atau halalnya sesuatu benda
atau perbuatan.
Dalam menentukan haramnya rokok ini ada
beberapa kaidah yang menguatkan, di antaranya:
Ma ada ilal haram fa huwa haram atau Al
Washilah ilal haram fa hiya haram (Sesuatu atau sarana yang membawa kepada keharaman,
maka hukumnya haram). Merusak diri sendiri dengan perbuatan yang bisa mengancam
kesehatan dan jiwa, jelas diharamkan dalam syariat, tanpa ragu lagi. Maka,
merokok atau perilaku apa saja yang bisa merusak diri dan mengancam jiwa, baik
cepat atau lambat, adalah haram, karena perilaku tersebut merupakan sarananya.
Laa Dharara wa Laa Dhirar (janganlah
kalian rusak (melakukan dharar) atau merusak orang lain). Sebenarnya kaidah ini
adalah bunyi hadits riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah. Merokok selain merusak
diri sendiri, juga merusak kesehatan orang lain di sekitarnya (perokok pasif).
Keduanya (yakni merusak diri sendiri dan merusak orang lain) sama-sama dilarang
oleh syariat. Ada pun bagi pelakunya ia mengalami dharar mali (kerusakan pada
harta, karena ia menyia-nyiakannya), dharar jasady (kerusakan tubuh, karena
membahayakan kesehatan bahkan jiwa), dharar nafsi (merusak kepribadian-citra
diri). Jika berbahaya bagi kesehatan saja sudah cukup untuk mengharamkan,
apalagi jika sudah termasuk menghamburkan uang dan menurunkan harga diri. Tentu
lebih kuat lagi pengharamannya.
Dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil
mashalih (Menghindari kerusakan, harus didahulukan dibanding mengambil
manfaat). Kita tahu, para perokok –katanya- merasa tenang dan konsentrasi ketika
merokok. Baik, taruhlah itu manfaat yang ada, namun ternyata dan terbukti bahwa
mudharatnya sangat jauh lebih besar, maka menurut kaidah ini walau rokok punya
manfaat, ia tetap wajib ditinggalkan, dalam rangka menghindari kerusakan yang
ditimbulkannya. Faktanya, manfaatnya tidak ada, hanya sugesti dan mitos.
EmoticonEmoticon