SYARAT WAJIB ZAKAT HARTA (MAAL) DAN DALILNYA



Masa melaksanakan zakat fithri sudah lewat seiring dengan berlalunya bulan Ramadhan. Semoga Allâh Azza wa Jalla menerima amal ibadah yang kita lakukan pada bulan tersebut. Namun selain zakat Fithri, masih ada zakat lain yang harus dikerjakan oleh kaum Muslimin yang sudah memenuhi syarat yaitu zakat mal (zakat harta). Zakat ini berbeda dengan zakat fithri dari sisi waktu pelaksanaannya, karena zakat ini tidak terikat dengan waktu tertentu, artinya bisa dikerjakan di semua bulan asalkan syaratnya sudah terpenuhi. Lalu, apakah syarat-syarat yang harus terpenuhi itu? Para Ulama menetapkan lima syarat, yaitu:

1. Islam.
Zakat mal ini hanya diambil dari kaum Muslimin dan tidak diambil dan tidak diterima dari kaum kafir[1] , baik kafir harbi maupun kafir dzimmi; karena firman Allâh Azza wa Jalla :

وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَىٰ وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ


Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allâh dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan. [at-Taubah/9:54].

Ini juga didukung oleh pesan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu ke Yaman untuk mendakwahi mereka agar memeluk Islam terlebih dahulu. Jika sudah memeluk Islam, baru setelah itu, mereka diperintahkan untuk menunaikan zakat. Dengan demikian jelas bahwa Islam merupakan syarat wajib zakat. [lihat Hâsyiah Ibnu Qâsim atas Raudh al-Murbi’, 3/166].

2. Merdeka
Zakat mal ini tidak dibebankan kepada hamba sahaya; karena ia tidak memiliki harta. Semua hartanya adalah harta majikan atau tuannya. Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar bin al-Khathab Radhiyallahu anhuma, beliau berkata :

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ  يَقُوْلُ : مَنِ ابْتَاعَ نَخْلاً بَعْدَ أَنْ تُؤَبَّرَ فَثَمَرَتُهَا لِلْبَائِعِ إِلاَّ أَنْ يَشْتَرِطَ الْمُبْتَاعُ, وَمَنِ ابْتَاعَ عَبْداً وَلَهُ مَالٌ فَمَالُهُ لِلَّذِيْ بَاعَهُ إِلاَّ أَنْ يَشْتَرِطَ الْمُبْتَاعُ


Aku telah mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'Barangsiapa yang membeli pohon kurma setelah dikawinkan maka buahnya milik penjual kecuali bila pembeli mensyaratkannya. Barangsiapa yang membeli budak yang memiliki harta maka hartanya milik penjual kecuali pembeli mensyaratkannya. [Muttafaqun ‘Alaihi].
Ini juga dikuatkan dengan pernyataan sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma :

لَيْسَ فِيْ مَالِ العَبْدِ زَكَاةٌ حَتَّى يُعْتَقَ
Tidak ada kewajiban zakat pada harta seorang budak sampai dia dimerdekakan.[2]

3. Memiliki Nishâb
Seorang Muslim yang merdeka wajib menunaikan zakat mal, apabila memiliki harta yang mencapai nishâb. Nishâb adalah ukuran standar (minimal) yang ditetapkan syariat untuk dikenai kewajiban zakat. Nishâb ini berbeda-beda sesuai dengan jenis harta.

Syarat ini disimpulkan dari hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , diantaranya adalah hadits Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ وَلاَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ ، وَلاَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقِيَّ صَدَقَةٌ

Tidak ada zakat (pada harta) yang tidak mencapai lima wasaq; Juga pada harta yang tidak mencapai lima ekor onta; Serta yang tidak mencapai lima auqiyah [Muttafaqun ‘alaihi]

Apabila seorang Muslim tidak memiliki harta yang mencapai nishâb maka tidak diwajibkan berzakat.

4. Harta itu menjadi miliknya secara penuh
Maksudnya, harta itu dimiliki secara penuh oleh seseorang[3] sehingga ia bebas mengelolanya dan tidak ada hubungan dengan hak orang lain.[4]

Dengan demikian, tidak ada kewajiban zakat pada harta seorang tuan yang masih dihutang atau belum diserahkan budaknya untuk membebaskan diri, karena harta ini masih belum menjadi milik tuan sepenuhnya.

Demikian juga tidak diwajibkan zakat pada harta wakaf yang tidak diberikan untuk individu tertentu, seperti wakaf harta untuk fakir miskin atau untuk masjid atau sekolahan. Sedangkan wakaf yang diserahkan untuk individu tertentu seperti wakaf untuk keluarga Fulan maka ia tetap kena kewajiban zakat selama memenuhi kreteria yang lainnya.[5]

5. Berlalu setahun lamanya
Syarat ini ditetapkan berdasarkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma yang berbunyi:

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ : لاَ زَكَاةَ فِيْ مَالٍ حَتَّى يَحُوْلَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ

Aku telah mendengar Rasûlullâh bersabda, "Tidak ada zakat pada harta sampai harta itu berlalu setahun lamanya [HR. Ibnu Mâjah rahimahullah , no. 1792 dan dishahihkan al-Albâni rahimahullah dalam shahih sunan Ibnu Mâjah 2/98].

Juga hadits Ali Radhiyallahu anhu yang berbunyi:

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ

Diriwayatkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Tidak ada zakat pada harta hingga harta itu berlalu setahun lamanya [HR Abu daud no. 1571 dan dishahihkan al-Albani dalam Shahîh Sunan Abi Daud 1/346].

Demikian juga dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, beliau Radhiyallahu anhuma berkata :

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اسْتَفَادَ مَالًا فَلَا زَكَاةَ عَلَيْهِ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ

Rasûlullâh bersabda, "Barangsiapa memanfaatkan harta maka tidak ada zakat atasnya sampai harta itu berlalu setahun" [HR at-Tirmidzi rahimahullah dalam Sunannya no. 631 dan dishahihkan al-Albâni rahimahullah dalam Shahîh Sunan at-Tirmidzi 1/348].

Maksudnya adalah tidak ada zakat pada harta sampai kepemilikannya terhadap harta itu berlalu selama dua belas bulan. Jika sudah berlalu setahun sejak awal masa kepemilikannya, maka dia wajib mengeluarkan dari zakat yang dimiliki tersebut.

Syarat ini hanya berlaku pada tiga jenis harta; yaitu hewan ternak yang digembalakan, emas dan perak (atsmân) dan zakat barang perdagangan.[6] 


(sumber: Ustadz Kholid Syamhudi Lc)
 


EmoticonEmoticon