Syaikh
Ahmad bin Yahya an-Najmi rahimahullah
berkata, “… sesungguhnya memperhatikan perkara tauhid adalah prioritas yang
paling utama dan kewajiban yang paling wajib. Sementara meninggalkan dan
berpaling darinya atau berpaling dari mempelajarinya merupakan bencana terbesar
yang melanda. Oleh karenanya, menjadi kewajiban setiap hamba untuk
mempelajarinya dan mempelajari hal-hal yang membatalkan, meniadakan atau
menguranginya, demikian pula wajib baginya untuk mempelajari perkara apa saja
yang bisa merusak/menodainya.” (lihat asy-Syarh
al-Mujaz, hal. 8)
Betapa
pun beraneka ragam umat manusia dan berbeda-beda problematika mereka,
sesungguhnya dakwah kepada tauhid adalah yang pokok. Sama saja apakah masalah
yang menimpa mereka dalam hal perekonomian sebagiamana yang dialami penduduk
Madyan -kaum Nabi Syu’aib ‘alaihis
salam- atau masalah mereka dalam hal akhlak sebagaimana yang menimpa
kaum Nabi Luth ‘alaihis salam.
Bahkan, meskipun masalah yang mereka hadapi adalah dalam hal perpolitikan!
Sebab realitanya umat para nabi terdahulu itu -pada umumnya- tidak diterapkan
pada mereka hukum-hukum Allah oleh para penguasa mereka…
Tauhid
tetap menjadi prioritas yang paling utama! (lihat Sittu Duror min Ushuli Ahli al-Atsar oleh Syaikh Abdul Malik
Ramadhani hafizhahullah, hal.
18-19)
Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah
memaparkan, “Pada masa kita sekarang ini, apabila seorang muslim mengajak
saudaranya kepada akhlak, kejujuran dan amanah niscaya dia tidak akan menjumpai
orang yang memprotesnya. Namun, apabila dia bangkit mengajak kepada tauhid yang
didakwahkan oleh para rasul yaitu untuk berdoa kepada Allah semata dan tidak
boleh meminta kepada selain-Nya apakah itu para nabi maupun para wali yang notabene
adalah hamba-hamba Allah [bukan sesembahan, pent] maka orang-orang pun bangkit
menentangnya dan menuduh dirinya dengan berbagai tuduhan dusta.
Mereka
pun menjulukinya dengan sebutan ‘Wahabi’! agar orang-orang berpaling dari
dakwahnya. Apabila mereka mendatangkan kepada kaum itu ayat yang mengandung
[ajaran] tauhid muncullah komentar, ‘Ini adalah ayat Wahabi’!! Kemudian apabila
mereka membawakan hadits, ‘..Apabila kamu minta pertolongan mintalah
pertolongan kepada Allah.’ sebagian orang itu pun mengatakan, ‘Ini adalah
haditsnya Wahabi’!…” (lihat Da’watu
asy-Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab, hal. 12-13)
Apabila
memelihara kesehatan tubuh adalah dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan
obat-obatan, maka sesungguhnya memelihara tauhid adalah dengan ilmu dan dakwah.
Sementara tidak ada suatu ilmu yang bisa memelihara tauhid seperti halnya ilmu
al-Kitab dan as-Sunnah. Demikian pula tidak ada suatu dakwah yang bisa
menyingkap syirik dengan jelas sebagaimana dakwah yang mengikuti metode
keduanya [al-Kitab dan as-Sunnah, pent] (lihat asy-Syirk fi al-Qadiim wa al-Hadiits, hal. 6)
Imam
Bukhari rahimahullah memulai
kitab Sahih-nya dengan Kitab Bad’il Wahyi [permulaan turunnya wahyu]. Kemudian
setelah itu beliau ikuti dengan Kitab al-Iman. Kemudian yang ketiga adalah
Kitab al-’Ilmi. Hal ini dalam rangka mengingatkan, bahwasanya kewajiban yang
paling pertama bagi setiap insan adalah beriman [baca: beraqidah yang benar/bertauhid].
Sementara
sarana untuk menuju hal itu adalah ilmu. Kemudian, yang menjadi sumber/rujukan
iman dan ilmu adalah wahyu [yaitu al-Kitab dan as-Sunnah] (lihat dalam
mukadimah tahqiq kitab ‘Aqidah Salaf
wa Ash-habul Hadits, hal. 6)
Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah
berkata, “Sesungguhnya tauhid menjadi perintah yang paling agung disebabkan ia
merupakan pokok seluruh ajaran agama. Oleh sebab itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai
dakwahnya dengan ajakan itu (tauhid), dan beliau pun memerintahkan kepada orang
yang beliau utus untuk berdakwah agar memulai dakwah dengannya.” (lihat Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 41)
Demikian,
sedikit keterangan seputar makna kalimat syahadat yang bisa kami himpun dengan
taufik dari Allah. Semoga bermanfaat bagi kita. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa
sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Firman
Allah Subhanahu wata’ala :
]أولئك الذين يدعون يبتغون إلى ربهم
الوسيلة أيهم أقرب ويرجون رحمته ويخافون عذابه إن عذاب ربك كان محذورا[
“Orang-orang
yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada tuhan mereka, siapa
diantara mereka yang lebih dekat (kepada Allah), dan mereka mengharapkan
rahmatNya serta takut akan siksaNya, sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu
yang (harus) ditakuti.” (QS. Al Isra’, 57)
]وإذ
قال إبراهيم لأبيه وقومه إنني براء مما تعبدون إلا الذي فطرني فإنه سيهدين[
“Dan
ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya : sesungguhnya aku
membebaskan diri dari apa yang kalian sembah, kecuali (Allah) Dzat yang telah
menciptakan aku, karena hanya Dia yang akan menunjukkan (kepada jalan
kebenaran).” (QS. Az zukhruf, 26-27).
]اتخذوا
أحبارهم ورهباهم أربابا من دون الله والمسيح بن مريم وما أمروا إلا ليعبدوا إلها
واحدا لا إله إلا هو سبحانه عما يشركون[
“Mereka
menjadikan orang-orang alim dan pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan
selain Allah, dan (mereka mempertaruhkan pula) Al Masih putera Maryam, padahal
mereka itu tiada lain hanyalah diperintahkan untuk beribadah kepada satu
sembahan, tiada sembahan yang haq selain Dia. Maha suci Allah dari perbuatan
syirik mereka.” (QS. Al Taubah, 31).
]ومن
الناس من يتخذ من دون الله أندادا يحبونهم كحب الله والذين آمنوا أشد حبا لله[
“Diantara
sebagian manusia ada yang menjadikan tuhan-tuhan tandingan selain Allah, mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, adapun orang-orang yang
beriman lebih besar cintanya kepada Allah.” (QS. Al Baqarah, 165).
Diriwayatkan
dalam Shoheh Muslim, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
"من قال لا إله إلا الله وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله
ودمه وحسابه على الله"
“Barang
siapa yang mengucapkan لا إله إلا الله, dan
mengingkari sesembahan selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, adapun
perhitungannya adalah terserah kepada Allah”.
Keterangan
tentang bab ini akan dipaparkan pada bab-bab berikutnya.
Adapun
kandungan bab ini menyangkut masalah yang paling besar dan paling mendasar,
yaitu pembahasan tentang makna tauhid dan syahadat.
Masalah
tersebut telah diterangkan oleh bab ini dengan beberapa hal yang cukup jelas,
antara lain :
- Ayat dalam surat Al Isra’. Diterangkan dalam ayat ini sanggahan terhadap orang-orang musyrik, yang memohon kepada orang-orang yang sholeh, oleh karena itu, ayat ini mengandung suatu penjelasan bahwa perbuatan mereka itu adalah syirik besar ([1]).
- Ayat dalam surat At Taubah. Diterangkan dalam ayat ini bahwa orang-orang ahli kitab telah menjadikan orang-orang alim dan pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan dijelaskan pula bahwa mereka hanya diperintahkan untuk menyembah kepada satu sesembahan, dan menurut penafsiran yang sebenarnya mereka itu hanya diperintahkan untuk taat kepadanya dalam hal-hal yang tidak bermaksiat kepada Allah, dan tidak berdoa kepadanya.
- Kata-kata Nabi Ibrahim kepada orang-orang kafir :“Sesungguhnya saya berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali (saya hanya menyembah) Dzat yang menciptakanku”.
Di
sini beliau mengecualikan Allah dari segala sesembahan.
Pembebasan
(dari segala sembahan yang batil) dan pernyataan setia (kepada sembahan yang
haq, yaitu : Allah) adalah makna yang sebenarnya dari syahadat “La Ilaha
Illallah”.
Allah
Subhanahu wata’ala berfirman :
]وجعلها كلمة باقية في عقبه لعلهم
يرجعون[
“Dan
Nabi Ibrahim menjadikan kalimat syahadat ini kalimat yang kekal pada
keturunannya, agar mereka ini kembali (kepada jalan yang benar).” (QS. Az
Zukhruf, 28 )
- Ayat dalam surat Al Baqarah yang berkenaan dengan orang-orang kafir, yang dikatakan oleh Allah dalam firmanNya :
]وما هم بخارجين من النار[
“Dan
mereka tidak akan bisa keluar dari neraka”.
Disebutkan
dalam ayat tersebut, bahwa mereka menyembah tandingan tandingan selain Allah,
yaitu dengan mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, ini menunjukkan
bahwa mereka mempunyai kecintaan yang besar kepada Allah, meskipun demikian
kecintaan mereka ini belum bisa memasukkan mereka kedalam agama Islam.
Lalu bagaimana dengan mereka yang
cintanya kepada sesembahan selain Allah itu lebih besar dari cintanya kepada
Allah ?
Lalu bagaimana lagi orang-orang yang
cuma hanya mencintai sesembahan selain Allah, dan tidak mencintai Allah?
- Sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam :
"من قال لا
إله إلا الله وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه وحسابه على الله "
“Barang siapa yang mengucapkan لا إله إلا الله, dan mengingkari sesembahan selain Allah,
maka haram darah dan hartanya, sedangkan perhitungannya kembali kepada Allah”.
Ini adalah termasuk hal yang penting
sekali yang menjelaskan pengertianلا إله إلا الله.
Sebab apa yang dijadikan Rasulullah
sebagai pelindung darah dan harta bukanlah sekedar mengucapkan kalimat itu
dengan lisan atau memahami arti dan lafadznya, atau mengetahui akan
kebenarannya, bahkan bukan pula karena tidak meminta kecuali kepada Allah saja,
yang tiada sekutu bagiNya, akan tetapi harus disertai dengan tidak adanya
penyembahan kecuai hanya kepadaNya.
Jika dia masih ragu atau bimbang,
maka belumlah haram dan terlindung harta dan darahnya.
Betapa besar dan pentingnya
penjelasan makna لا إله إلا الله yang termuat dalam hadits ini, dan betapa jelasnya keterangan
yang dikemukakannya, dan kuatnya argumentasi yang diajukan bagi orang-orang
yang menentangnya.
Dapat
diambil kesimpulan dari ayat dalam surat Al Isra’ tersebut bahwa makna tauhid
dan syahadat “La Ilaha Illallah” yaitu : meninggalkan apa yang dilakukan oleh
orang orang musyrik, seperti menyeru (memohon) kepada orang orang sholeh dan
meminta syafaat mereka.
Dari ayat dalam
surat Al Baqarah tersebut diambil kesimpulan bahwa penjelasan makna tauhid dan
syahadat “La Ilaha Illallah” yaitu : pemurnian kepada Allah yang diiringi
dengan rasa rendah diri dan penghambaan hanya kepadaNya.
Dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat, seseorang berarti telah mempersaksikan diri
sebagai hamba Allah semata. Kalimat La
Ilaha Illallah dan Muhammadur
Rasulullah selalu membekas dalam jiwanya dan menggerakkan anggota
tubuhnya agar tidak menyembah selain-Nya. Baginya hanya Allah sebagai Tuhan
yang harus ditaati, diikuti ajaran-Nya, dipatuhi perintah-Nya dan dijauhi
larangan-Nya. Caranya bagaimana, lihatlah pribadi Rasulullah saw, sebab dialah
contoh hamba Allah sejati. Dalam pembukaan surat Al-Israa', Allah telah
mendeklarasikan bahwa Rasulullah saw adalah hamba-Nya: Maha Suci Allah, yang
telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke
Al-Masjidil Aqsha.
"Maha suci Allah, yang telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang
telah Kami berkahi sekelilingnya
[1] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui."
(QS. Al-Israa': 1)
[1]
Maksudnya: Al-Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat berkat dari
Allah dengan diturunkan Nabi-Nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya.
Begitu
juga dalam pembukaan surat Al-Kahfi, Allah berfirman: Segala puji bagi Allah
yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al Qur’an) dan Dia tidak
mengadakan kebengkokan di dalamnya.
"Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan
kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan [2]
di dalamnya."
(QS. Al-Kahfi: 1)
[2]
Tidak ada dalam AlQur’an itu makna-makna yang berlawananan dan tak ada
penyimpangan dari kebenaran.
Ini
menunjukkan bahwa agar makna dua kalimat syahadat-yang intinya adalah tauhid
benar-benar tercermin dalam jiwa dan perbuatan. Tidak ada pilihan bagi seorang
hamba kecuali mencontoh pribadi Rasulullah saw dalam segala sisi kehidupannya,
baik dari sisi aqidah dan ibadah, maupun sisi-sisi lainnya seperti sikapnya
terhadap istri dan pelayannya di rumah, pergaulannya bersama sahabatnya,
akhlaqnya dalam melakukan transaksi bisnis dan kepemimpinannya sebagai kepala
negara.
EmoticonEmoticon