Dari
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma,
beliau menuturkan bahwa tatkala Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu ke negeri Yaman, maka beliau berpesan
kepadanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi sekelompok orang dari kalangan
Ahli Kitab, maka jadikanlah perkara pertama yang kamu serukan kepada mereka
syahadat laa ilaha illallah.” Dalam sebagian riwayat disebutkan, “Supaya mereka
mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu,
Rasulullah shallallahu shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman terdiri dari tujuh puluh sekian atau
enam puluh sekian cabang. Yang paling utama adalah ucapan laa ilaha illallah
dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu
adalah salah satu cabang keimanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam
an-Nawawi rahimahullah berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menegaskan bahwa bagian iman yang paling utama adalah tauhid yang hukumnya
wajib ‘ain atas setiap orang, dan itulah perkara yang tidaklah dianggap
sah/benar cabang-cabang iman yang lain kecuali setelah sahnya hal ini (tauhid).”
(lihat Syarh Muslim [2/88])
Syaikh
Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah
menjelaskan, “Aqidah tauhid ini merupakan asas agama. Semua perintah dan
larangan, segala bentuk ibadah dan ketaatan, semuanya harus dilandasi dengan
aqidah tauhid. Tauhid inilah yang menjadi kandungan dari syahadat laa ilaha illallah wa anna Muhammadar
rasulullah. Dua kalimat syahadat yang merupakan rukun Islam yang
pertama. Maka, tidaklah sah suatu amal atau ibadah apapun, tidaklah ada orang
yang bisa selamat dari neraka dan bisa masuk surga, kecuali apabila dia
mewujudkan tauhid ini dan meluruskan aqidahnya.” (lihat Ia’nat al-Mustafid bi Syarh Kitab at-Tauhid [1/17] cet.
Mu’assasah ar-Risalah)
EmoticonEmoticon